Kamis, 24 April 2008

SAJAK-SAJAK CINTA

KUNANTI SAPAMU

Pagi ini,
Tanpa basa-basi
Kau menyapaku
Seperti mimpi
Aku berlari mengitari bumi
Ringan, tubuhku melayang
Kakiku tak berjejak
Hanya jantungku terus berdetak

Sesaat, kau terbelalak
Lalu tergelak
Sajak sunyi yang lama kita telusuri
Sampai juga pada ujung yang manis
Sapamu yang lama kunanti
Telah membawaku
Pada hari yang penuh arti


REINKARNASI CINTA

Selempar senyummu
Telah menautkan hatiku
Pada ranting kamboja
Yang ku tanam dekat kuburmu

Sajak-sajak kematianmu
Mengurai rindu yang lama membeku
Ragamu tertanam damai
Di bawah tumpukan tanah merah hatiku
Namun senyummu tetap tinggal
Membakar laraku menjadi serpihan debu

Setangkai kamboja gugur
Rebah dalam genggaman tanganku
Bau harum tubuhmu tiba-tiba menyeruak
Kau muncul dari balik kelopak putihnya
Serupa bidadari meski dalam rupa yang pasi
Kau menjelma dalam reinkarnasi
Selempar senyummu
Menghangatkan jiwaku
Cinta yang dulu telah mati
Perlahan mulai bersemi kembali


MEMUPUS RINDU

Di tepi danau yang banyak ditumbuhi ilalang
Kunang-kunang menebarkan cahaya
Berpendar terpantul cermin datar tak beriak
Kita rebah bertumpu pada embun
Kuraba kerinduanmu
Dalam kegelisahan yang terus mengiris
Langit menatap getir
Pada bulan yang terlihat mesum
Matamu selaksa larik pedang
Terhunus menembus lobang kemaluanku
Melumat sekelopak mawar
Yang mengelilingi bejana suciku
Memancarkan percikan-percikan nafsu
Membekaskan aroma kejantanan
Kau jarah tiap-tiap lekukan
Tanpa menyisakan percakapan
Pedangmu terus terhunus
Hingga kerinduan benar-benar pupus


DI SUATU PAGI

Tak pernah kusesali
Jika di suatu pagi
Dalam balutan rasa sepi
Kau datang menghampiri
Meski tanpa permisi
Pagi itu,
Menjadi pangkal sebab
Kau dan aku merajut harap


PERPISAHAN

Biarkan aku pergi
Sekelumit kata pecah
Mengurai senyap yang singgah
Sejak kita hidup dalam zaman bisu
Meretas jarak dari rentang waktu
Yang tak tampak meski kita bersatu
Membingkai kenangan tanpa bekas

Kau terperangah dalam sejuta tanya
Tegur sapa lama tak bersahabat
Bahkan tatapan pun kita buatkan sekat
Kita tenggelam dalam dunia yang berbeda
Meski langit terjunjung di atas satu

Mendung mengejan
Merontokkan butiran-butiran bening
Menggenang darah dari luka hati yang meleleh
Namun lukaku telah menjadi arang
Hitam dan membara

Perjalanan kita telah usai
Sebelum sampai pada tujuan yang kita mau
Namun banyak persimpangan yang telah kita lewati
Mungkin dengan menelusurinya seorang diri
Kita akan menemukan apa yang kita cari

Pergilah,
Jawaban itu sekaligus mengakhiri zaman bisu


MUSIM BERCINTA

Pada lautan bulan berkaca
Membumbung buih merah jingga
Lalu terhempas di bibir pantai
Menyapu butiran pasir hitam

Kiranya musim bercinta telah tiba
Dewa laut datang membawa restu
Dititahkannya agar bulan segera pergi
Meninggalkan gelap agar menjadi sekat

Awan berarak perlahan
Menjemput bulan yang terlihat masygul
Tak rela bumi dikotori

Hening, malam berlalu dalam syahdu
Membawa hasrat yang terus menggebu
Persetubuhan tak lagi tabu
Pasir berbisik pilu
Terinjak-injak nafsu yang bernyanyi merdu

Seribu bintang menyeringai berang
Menangisi bumi yang tak lagi suci
Berpasang-pasang kelamin saling bertemu
Di balik selubung awan pekat dan gelap yang menjadi sekat
Bau anyir menyeruak
Dari ribuan telur yang tak sempat menetas
Menggelinding dari liang-liang yang terkoyak
Menyatu dalam gulungan ombak

Musim berikutnya
Laut dipenuhi ribauan ikan
Yang menyerupai manusia
Dewa laut tergelak bahagia
Menuai ambisi menyatukan alam
Damai di laut damai di bumi

KURINDU HARUM BUNGAMU

Pernah suatu kali
Aku campakkan bunga pemberianmu
Tanpa sempat kucium harum aromanya
Awan kelabu menggelantung di matamu
Kau coba menahan gerimis yang hampir jatuh
Seperti surya aku berseteru dengan hujan
Tak ingin pisah dari pohon dan dedaunannya

Aku manusia bodoh
Telah kupasung keluhuran cintamu
Kukubur bersama raga yang telah membatu
Kematian telah lama menyelubungi hidupku
Pusaraku rindu pada wewangian bungamu
Ke manakah kau bawa bunga yang dulu aku campakkan?


KUTUNGGU KAU DI BULAN

Kurajut tali dari puing-puing hati yang berserakan
Terberai oleh pedang cinta hingga tembus ke jantung
Kubawa sepatu kaca yang sengaja kau tinggalkan
Agar ku jejak sisa-sisa langkahmu yang penuh amarah

Kotaku telah sunyi, semenjak bayangmu menghilang
di balik remang cahaya bulan.
Kukirim pesan pada angin yang melanglang ke empat penjuru
Bintang berpaling saat ku sulur temaliku menggapai bulan
“Usahamu hanya sia-sia”, sekelompok awan mengingatkan
Aku tak perduli, di luas cakrawala kutemukan jejakmu
Bulan menatapku penuh ratap, sepatu kaca kudekap erat
Adindaku, kutunggu kau di bulan

DENGAN SEGALA DAYA AKU MENCINTAIMU

Ribuan puisi telah kutulis
Itu artinya, ribuan kali telah kunyatakan cintaku
ribuan mimpi telah kubuat untuk hadirkan wajah indahmu
ribuan benang telah kuurai untuk merajut kenangan bersamamu
ribuan kail telah kulempar untuk menangkap pesonamu
ribuan waktu telah terbuang hanya untuk mengingat kecantikanmu
di balik setiap huruf, di balik setiap kata dan di balik setiap kalimat
hanya melahirkan satu makna, cinta untukmu
di setiap malam, di setiap fajar dan disetiap petang hanya menghadirkan
satu bayangan, wajah indahmu
di setiap detik, di setiap menit dan di setiap jam yang berputar hanya
mendendangkan senandung cinta untukmu
Duhai gadis berparas rupawan
Dengan segala daya dan upaya kupersembahkan cinta untukmu

SAJAK KEPADA KAWAN

Kepada Kawan

Perjalanan tahun ini
Akan terasa sepi
Tanpa hadirmu di sisiku

Pada burung yang datang
Kau sampaikan berita perang
Cintamu kau tukar dengan nyanyian sumbang

Oh kawan,
Lihatlah ilalang yang tumbuh liar
Mereka tetap setia kepada padang
Sekalipun kemarau panjang menjadikannya gersang
Pada perjalanan tahun lalu
Kau petikkan aku kembang
Kutaruh di dalam kanvas emas
Sekerat cinta tanpa keju, setahun lalu
Kita nikmati lebih lezat dari yang seharusnya

Keparat,
Pengkhianat menyusup ke dalam tubuhmu yang mulai rapuh
Menghisap kearifan yang seharusnya mengakar kuat
Dalam tiap-tiap lubang pori-porimu
Panasnya lahar yang kau muntahkan ke jantungku
Mengoyak pertahananku sekeras aku menafikkannya

Maafkan aku kawan
Kenyataan pahit ini harus kita telan
Kuputuskan untuk terus berjalan
Meski kita tak lagi saling menyayang


Menanti Keajaiban

Di dalam hidup ini akan aku temukan
sebuah keajaiban – katamu penuh semangat
Lalu kaupun terlena, merajut mimpi
di atas tumpukan bara yang kapan saja bisa menjilat
Matamu terpejam rapat, menjelajah malam dalam kemunafikan
Kau kelabui semua orang dengan tawa sihirmu
Kau bertahta anggun di balik lapisan jubah
yang menjuntai menutupi roda-roda kakimu

Cukup lama kau hidup, bersanding dengan kecongkakan yang mulai muak
Muak pada tingkah lakumu yang penuh syahwat
Membakar sisi-sisi kemanusiaanmu hingga tak berbekas
Aku juga muak, semua orang mulai muak
Muak pada kemolekan rupamu yang menyilaukan
Muak pada kebusukan hatimu yang selalu kau taburi aneka wewangian
Hingga tak banyak orang bisa mengendus racunnya
Bibir tipismu berdesis, wajahmu meradang sinis
Kubiarkan kau, berjalan di atas bara yang kau ciptakan sendiri

Lalu kau terjaga
Tidaaa…k! kau berteriak dengan mata terbelalak.
Di dalam hidupmu yang cukup panjang,
ternyata tak jua kau temukan keajaiban yang kau damba.
Yang ada hanyalah lautan bara yang menyala
Menjilat-jilat seperti lidah
Berkecipak kecipuk seperti darah
Dan kau terjilat, dan kau terciprat, kau terbakar baranya
Jiwa dan ragamu menyatu dalam bara syahwatmu
Rupa manusiamu seketika berubah menjadi iblis betina
Mungkin itu keajaiban yang kau tunggu.


Resign

akhirnya, kutinggalkan juga bahteramu
kuputuskan untuk berlabuh di dermaga rumahku
bertahun-tahun berjuang mengembangkan layarmu,
hanya menghasilkan kepedihan dan kekecewaan saja
ombak dari gelombang nafsu terus kau kayuh
menyeret para kelasi ke dalam geladak penuh nanah
cipratan air laut menyerap sisa-sisa kehikmatan
hingga tak ada lagi yang tertinggal untuk
kupersembahkan sebagai upeti untukmu


keputusan ini telah lama meracuni pikiranku
lalu diam-diam merembet ke kepala-kepala yang lain
turun dan bergulat di rongga-rongga dada kami
sengaja kami tahan, agar tidak cepat meluncur keluar
namun seringai angin mengabarkan pesakitanmu
ombak dari gelombang nafsumu semakin tinggi
menghempaskanmu pada buritan penuh enerji
enerji negatif dipenuhi kesumat mati

“Maafkan kami, perjalanan kami sebaiknya hanya sampai di sini
layar telah terkembang begitu rupa, ratusan dermaga
telah berhasil kita singgahi. Kau miliki bahtera ini.
Jangan berhenti. Laut yang kau arungi masih luas terbentang.
Suara-suara perempuan tertindas masih nyaring terdengar.
Jangan kau banjiri luka mereka dengan darah permusuhan kita.
Kayuhlah lebih keras. Masih banyak dermaga yang menantimu

Rabu, 23 April 2008

PUISIKU UNGKAPAN ISI HATIKU

Makna Kawan

Pun ketika cawan itu telah mengering
Kau tuangkan wangi aroma kembang teh
Menyuburkan persemaian cinta yang telah kita bangun
Denyut kehidupan yang nyaris koma
Kau pompa dengan ketulusanmu mendampingiku

Gelak tawamu serupa semilir angin
Berhembus menyapu kegundahan
Tangan lembutmu laksana seutas tali
Senantiasa terulur menggapai asa yang nyaris musnah
Terbakar kemarau yang tak pernah ramah
Meski telah kucoba menghalau debu-debu

Kau yang tak lain hanya sebuah kata “Kawan”
Kau lakonkan dirimu menjadi sesuatu yang sangat berarti
Kau hanyalah kawan dalam sebuah kata
Tapi kau penjelmaan malaikat suci dalam hidup yang nyata
Kau berikan hati dan tanganmu untuk orang-orang
Yang mungkin hanya menganggapmu sebagai
Sebuah kata “Kawan” namun mengharapkan
Kebaikanmu sebagaimana malaikat suci