Jumat, 07 Oktober 2011

MERAPI OH MERAPI

Merapi oh merapi
Kapan aktivitasmu akan berhenti
Merapi oh merapi
Tak lelahkah engkau terus beraksi
Ribuan orang kini menanti
Melihat birumu kembali menjulang tinggi
Dengan cemara hijau di kanan kiri
Tinggi..... tinggi sekali
Menari-nari
Memanggil-manggil para pendaki
Untuk segera menguak misteri
Dari salah satu rahasia Ilahi
Merapi oh merapi.....
Apapun yang telah terjadi
Engkau tetaplah sahabat sejati
Bagi para petani
Dan para pendaki



Renungan menjelang bobo siang, 11.11.10, sparrstrasse 2
Mau bobo ciang kok nggak bisa ya.... kebayang kepulan asap merapi...
jadilah sepucuk puisi
selamat menikmati

Kamis, 06 Oktober 2011

MERAPI OH MERAPI

Merapi oh merapi
Kapan aktivitasmu akan berhenti
Merapi oh merapi
Tak lelahkah engkau terus beraksi
Ribuan orang kini menanti
Melihat birumu kembali menjulang tinggi
Dengan cemara hijau di kanan kiri
Tinggi..... tinggi sekali
Menari-nari
Memanggil-manggil para pendaki
Untuk segera menguak misteri
Dari salah satu rahasia Ilahi
Merapi oh merapi.....
Apapun yang telah terjadi
Engkau tetaplah sahabat sejati
Bagi para petani
Dan para pendaki



Renungan menjelang bobo siang, 11.11.10, sparrstrasse 2
Mau bobo ciang kok nggak bisa ya.... kebayang kepulan asap merapi...
jadilah sepucuk puisi
selamat menikmati

TAK PERLU KATA-KATA

apa yang ingin kamu katakan?
tidak perlu
gambaran wajahmu sudah mengatakan lebih dari yang ingin kamu katakan
gambaran wajahmu juga sudah mewakili apa yang ingin aku utarakan
tidak perlu berkata-kata
karena kamu memang tidak membutuhkan kata-kata
kamu hanya butuh keadilan
dan itu hanya bisa kamu dapatkan jika ada tindakan
bukan...
bukan kamu yang harus bertindak
kamu punya banyak hak
dan itu harus kamu minta
karena kalau tidak mereka hanya akan diam saja
dan hanya akan mengeruk keuntungan darimu
tak perlu kamu katakan
karena dari gambaran wajahmu
sudah terjawab hak-hak apa yang kamu butuhkan
tidak bisa ditawar-tawar lagi
hak aman dan nyaman dalam bekerja
hak mendapatkan upah yang layak
hak untuk mendapatkan cuti
hak untuk bersosiaisasi
hak untuk mendapatkan jam kerja yang jelas
hak untuk berorganisasi
hak untuk mendapatkan pendidikan
hak untuk mendapatkan layanan kesehatan
hak untuk terbebas dari kekerasan baik fisik maupun pshikis
dan masih banyak hak-hak lain yang seharusnya kamu dapatkan
tidak usah kamu katakan
dari gambaran wajahmu
sudah seharusnya mereka segera menjamin untuk bisa memenuhi semua hak-hak itu
seandainya saja mereka tak lalai untuk memenuhinya
tentu gambaran wajahmu tidak akan seperti ini

(For my hero Sumiyati and others Sumiyati-Sumiyati......)
menjelang tidur, Sparrtrasse 2, berln. 18.11.10

AKU DAN SYETAN 3

Wajah syetan terlihat tersipu malu
Ketika berpapasan sekembaliku dari mengambil air wudu
Kemudian dia berkata dengan suara sendu
“Aku salut pada keteguhan imanmu
Tetapi kamu jangan berbahagia dulu
Karena aku tak akan pernah ragu
Untuk datang padamu setiap waktu
Waspadalah selalu untuk menerima kejutan dariku
Karena seperti janjiku pada Tuhanmu
Aku akan terus mengganggu dan menggodamu
Hingga kamu terjerumus ke dalam neraka seperti diriku”
Lalu aku memercikkan sisa-sisa air wuduku
Ke wajah syetan yang mulai mencoba mempengaruiku
Syetan memekik pilu, seperti tertusuk sembilu
Kuhardik dia dengan firman-firman suci Tuhanku
Dia berlari mencoba menembus waktu
Takut tersengat cahaya yang menyinari ujung malamku

(Puisi adalah kebebasan jiwa untuk mengungkap semua yang dirasa)
Sparrstrasse 2, Berlin, menjelang fajar yang dingin, 22.11.10

AKU DAN SYETAN 2

Akhirnya aku bisa mengalahkan syeitan
Yang mencoba kembali menghadangku di jalan
Akupun bisa meneruskan perjalanan
Untuk bertemu dengan Tuhan
Mengalahkan rasa dingin yang menyelimuti badan
Mengurapi wajah dengan air kesejukan
Kawan
Kini aku tahu car menghalau syetan
Yaitu dengan terus memperteguh iman
Coba saja kalian buktikan
Maka insya Allah hanya ketaqwaan
Yang akan kalian dapatkan
Karena aku sudah merasakan
Dan hidupku selalu dikelilingi kebahagiaan
Terimakasih Tuhan
Atas segala nikmat yang terus Engkau berikan
Membuatku tak henti-hentinya melontarkan pujian
Subhanallah walhamdulillah walaa ilaaha illallahu Allahu akbar
Engkaulah Tuhan sekalian alam
Pemilik segala yang manusia butuhkan
Termasuk nyawa yang melekat di badan
Hanya kepada Engkaulah Tuhan
Kami tunduk dalam pengabdian

(Puisi ada;ah kebebasan jiwa mengungkap semua yng dirasa)
Sparrstrasse 2, menjelang fajar yang dingin, 21.11.10

AKU DAN SYETAN 1

Aku telah dikalahkan oleh syaithan malam ini
Yang menyaru dalam rupa rasa
Rasa dingin yang menggerus ke tulang-tulang
Membelenggu tubuhku dalam lelap di balik selimut tebal
Menuntun tanganku untuk mematikan alarm
Dan menindih mataku hingga terus terpejam
Hatiku terus meronta penuh luka
Tak rela jika pertemuan ini tertunda
Tetapi syaitan itu begitu kuat membelenggu rasa
Hatiku tersayat-sayat
Syaithanpun terus bergerak merapat
Mengikis keimanan dengan cara yang tepat
Dingiiiin.... badanku menggigil
Syaithan tertawa renyah
Meninggalkanku saat jam subuh sudah tiba
Entah strategi apa yang tengah disusunnya
Mengapa dia masih membiarkanku menyapa subuh?
Seandainya Tuhan masih memberiku kesempatan untuk bertemu esok malam
Aku pastikan tak akan ada syaitan yang berani menghadangku di jalan

(Puisi adalah kebebasan jiwa untuk mengungkap semua yang dirasa)
Sparrstrasse 2, ba’da subuh. 19.11.10

SANG PEMBUNUH KEJI

Siapa gerangan itu sang pembunuh keji?
Yang mengaku pengikut Muhammad sang Nabi
Dan percaya pada Tuhan sang Ilahi
Tetapi kelakuannya seperti iblis banci
Yang tak punya hati nurani
Yang mengikuti nafsu hewani
Dipenuhi kesumat mati
Hingga tak lagi memiliki sisi manusiawi

Katakan pada sang pembunuh keji
Tuhan tak butuh sanjungan basa-basi
Apalagi coba-coba menjadi wakilNya di muka bumi
Dengan main hakim sendiri
Sambil mengibarkan panji-panji

Katanya paham kitab suci
tetapi mengapa tega mengkhianati
Katanya mengikuti ajaran Nabi
tetapi mengapa tega menyakiti
Katanya Islam sejati
tetapi mengapa tega menodai

Katakan pada sang pembunuh keji
Muhammad Rasulullah sudah ada yang melindungi
Beliau tak butuh pengikut yang tak berhati nurani
Apalagi yang suka meminum darah saudara sendiri


Katakan pada sang pembunuh keji
Tuhan benci pada hanyaNya yang berbuat keji
Katakan pada sang pembunuh keji
Nabi mengutuk pengikutnya yang berbuat keji
Katakan pada sang pembunuh keji
Islam tak pernah menganjurkan orang untuk berbuat keji

Katakan..... katakan sekali lagi
Pada semua orang yang telah melakukan perbuatan keji
Buatlah agama sendiri.....
KEHILANGAN MEREKA, SEDIKITPUN ISLAM TAK AKAN MERUGI
Jangan pernah mengaku-aku sebagai Islam sejati
Apalagi sampai menggunakan ayat-ayat suci
Dan hadits-hadits Nabi
Untuk membenarkan dan membela diri

Katakan.... katakan sekali lagi
Aku, kamu, kalian dan kita semua sangat benci
Pada perbuatan keji
Dan pada sang pembunuh keji
Keji!!!!!!!
Keji!!!!!!!
Aku benci pada perbuatan keji!!!!!!
Aku benci pada sang pembunuh keji!!!!!
Pergi kau dari muka bumi
Dari bumi pertiwi
Buatlah agamamu sendiri
Buatlah negaramu sendiri
Jangan berlaku sok suci
Dan merasa paling benar sendiri
Jangan sekali-kali kamu berani
Mendustai agamamu sendiri
Tuhan tak akan pernah mengampuni
Manusia-manusia yang sukanya mendzolimi
Ingat itu wahai pembunuh keji!!!!!!

SUPER MOON DI LANGIT JAKARTA

bulan menggantung di luas cakrawala
warna emasnya berkilau tebarkan cahaya
sang purnama menatap bumi penuh mesra
sang bumi menyambutnya dengan tawa ceria


purnama merekah begitu indah
diiringi nyanyian merdu ribuan bocah
yang berlari dan bermain tanpa kenal lelah
untuk menciptakan sebuah sejarah


bulan terus tersenyum genit
menyaksikan tingkah mereka yang begitu gesit
berlari di antara gang-gang sempit
yang kanan kirinya di kelilingi parit


sang bulan terus menerbankan pesona
membuat ribuan mata menjadi terpana
takjub melihat keindahan yang begitu langka
hasil kreasi dari sang Maha Pencipta

(Puisi adalah kebebasan jiwa untuk mengungkap semua yang dirasa)
Sparrstr.2 19.03.11 Berlin, 13353

10 APRIL 1997 - 10 APRIL 2011

Kau adalah warna
Diciptakan untuk melengkapi panoramaku
Bersama kita ciptakan warna-warna lain
Berbaur, menjadi sebuah pelangi

Kau adalah karma
Jelmaan dari karma para raja
Bersama kita ciptakan karma-karma baru
Yang kelak akan melahirkan karma-karma lain

Kau adalah takdir
Yang sudah tertulis di lauful mahfudz
Kepadaku Tuhan mengirimmu
Dan hanya untukku Tuhan menciptakanmu

Kau adalah mimpi
Yang bertahun-tahun menghantui malamku
Dan pada suatu hari menjelma rupa
Lalu merubah mimpiku menjadi kisah nyata

Kau adalah harapan
Yang mampu membangkitkan hasrat
Untuk menerima takdir
untuk menjalani karma
untuk membangun mimpi
dan untuk menciptakan pelangi

Dan pada akhirnya
kau adalah aku
aku adalah kau
melebur menjadi satu
bersama mengisi ruang dan waktu
menempati satu bilik kosong hidup kita
menghiasinya dengan pelangi, mimpi dan harapan

Dan akan terus begitu
Selamanya
Kau dan aku
Bersama dua makhluk
Hasil persemaian cinta kita


(Puisi adalah kebebasan jiwa untuk mengungkap semua yang dirasa)
Satu jam menjelang 10 April 2011, Sparrstr.2 Berlin 13353
Memperingati 14 tahun kebersamaan kita plus 4 tahun perkenalan kita

RINDU EMBUN

RINDU

ada sesuatu
yang ingin dituju
suasana hati jadi tak menentu
beku
kelu
biru
sendu
kelabu
menyatu
jadi satu
menimbulkan rasa haru
tanda tanya dan tanda seru
dan juga jeritan-jeritan pilu
berkecipak-kecipuk di ruang kalbu
menciptakan keinginan untuk bertemu

EMBUN

luruh menyepuh
dedaunan dan rumput liar
basah mendesah
di beningnya kaca-kaca
lalu perlahan membias
oleh cahaya surya yang mulai retas

senyap menyenyap
di dinginnya pagi
menyatu dengan kabut
tampak begitu lembut
sukmaku ikut larut
menghayati setiap detik dari waktu
untuk menyambut datangnya hari baru

Sparrstr.2 Berlin, 19.05.11

KATA-KATA

aku tak terbiasa
hidup tanpa kata-kata
kata-kata bagaikan nafas dalam hidupku
kata-kata bagaikan asupan gizi untuk pertumbuhanku
kata-kata bagaikan belahan jiwa yang menemani hari-hariku
kata-kata bagikan mantera yang mampu menyirep kesedihanku

kata-kata telah membuat hidupku jadi bahagia
kata-kata telah membuat hidupku jadi penuh warna
kata-kata telah membuat hidupku jadi lebih bermakna
kata-kata telah membuat hidupku jadi lebih berharga
kata-kata telah membuat mulutku bisa bicara
kata-kata telah membuat duniaku bisa tertawa
kata-kata telah membuatku bisa merasakan cinta
kata-kata telah membuatku bisa menyalurkan semua rasa
kata-kata telah membuatku bisa menangisi segala dosa

kata-kata telah menyulutkan semangatku untuk meraih cita-cita
kata-kata telah mengobarkan semangatku untuk terus berkarya
kata-kata telah mengarahkanku untuk berkata tidak atau iya
kata-kata telah mengajariku untuk memahami sesuatu dengan bijaksana

kata-kata bukan sekedar hasil dari kegiatan berbicara
tetapi kata-kata telah menghubungkan manusia dengan Tuhannya
dan kata-kata telah menghubungkan manusia dengan sesamanya
dan dengan kata-kata pula dunia menemukan kehidupannya

jangan pisahkan aku dengan kata-kata
karena tanpa kata-kata hidupku akan terasa hampa
tanpa kata-kata aku bagaikan si buta
tanpa tongkat sebagai penuntun jalan
tanpa kata-kata aku bagaikan si pengembara
tanpa air untuk membasuh dahaga
tanpa kata-kata aku bagaikan anak sungai
tanpa air yang mengalir ke hulu
tanpa kata-kata aku bagaikan padang sahara
tanpa mata air tempat para khalifah melepas lelah

ya Tuhan, pemilik segala kata-kata
yang berkuasa untuk menciptakan semua kata-kata
limpahi aku dengan sedikit kata-kataMU ya Tuhan
agar aku bisa mensyukuri segala karuniaMu
dengan kata-kata indah seindah wujudMu

(Puisi adalah kebebasan jiwa untuk mengungkap semua yang dirasa)
Sparrstraß2 2. Berlin, 30.05.11, pkl. 20.57

SECANGKIR KOPI PAHIT

secangkir kopi pahit
kau kirimkan padaku pagi ini
padahal bibirku belum lagi kering
menghirup racun yang kau tebarkan
lewat mimpi-mimpi yang sengaja kau bangun
untuk membelenggu kebebasanku
kau salah
sudah berapa tahun kau penjarakan aku
pengapnya bilik bui telah menempa tubuhku
hingga kebal terhadap semua rasa, rupa dan warna
racunmu tidak lagi mematikanku
apalagi kopi pahitmu
hanya menjadi butiran hitam yang menyatu dengan daki-daki
lalu luruh bersama keringat yang mengucur dari sela-sela kemarahanku
bahkan airmata kini terasa manis seperti kembang gula
tak lagi memedihkan tetapi membuat bahagia
kau tertawa mengira aku melara
aku tertawa melihat kau kecewa
cawanmu perlahan akan kosong
tanpa kau tahu dengan apa kau harus mengisinya
karena semua yang kau kucurkan
akan sia-sia tanpa makna
jiwaku telah mengembara
keluar dari bilik cinta yang kau taburi dengan bau anyir bisa
hingga tak bisa lagi kau dengan leluasa menjamah
meracuni atau mengirimiku secangkir kopi pahit
seperti yang kau lakukan pagi ini
sekalipun kau ingin sekali melakukannya
kau tetap tak akan bisa
karena kau sudah tak punya daya
dan aku telah berjanji
untuk tak lagi hidup dalam sengsara

Puisi adalah kebebasan jiwa untuk mengungkap semua yang dirasa


sparrstraße 2, 20.07.11 pkl 17.47
iseng, rehat sejenak dari rutinitas

NYANYIAN SURGA

kulihat mendung masih menggelayut di ambang malam
desir angin terdengar seperti nyanyian gadis bernasib malang
mendayu, tersedu dan terkadang diselingi tangisan pilu
sejenak kuterpaku menahan haru, terbayang olehku suasana kesedihan
sunyi mencekam dalam kesendirian yang menyakitkan
dapatkah sI gadis bertahan melawan penderitaan
ditinggal kekasih yang menghilang tanpa pesan
si gadis menangis tak kuasa menerima kenyataan
air matanya menggantung seperti mendung di atas awan
sedu sedannya seperti desir angin di tengah padang ilalang
akankah mendung mengucurkan hujan
dan akankah angin mampu mengusir kegelisahan
si gadis tak tahu kepada siapa harus mengadu
malam terus beranjak namun mendung tak jua hilang
dan aku terus terpaku bersama khayalan yang aku ciptakan
wahai gadis
jangalah engkau bersedih
akan datang suatu masa
di mana kebahagiaan menjadi sebuah kisah nyata
seorang pangeran akan datang bertandang
mempersuntingmu menjadi seorang putri nan cantik jelita
si gadis tersenyum manis di antara kedua bibirku
khayalanku menemukan setitik harapan
mendung akan meromantiskan malam
suara desir angin akan mengobarkan cinta pada setiap makhluk yang berpasangan
lewat sentuhan dan juga kasih sayang
semua itu adalah rahasia alam
kini aku menikmatinya bagaikan nyanyian sorga
penuh dengan kedamaian

(Puisi adalah kebebasan jiwa mengungkap semua yang dirasa)
Senin, 13.9.11, 20:31
Sparrstraße 2

ASMARA SAMSARA

sendiri
merenda mimpi-mimpi
yang kian tak pasti
sakitnya seperti belati
yang tertancap di dasar hati
asmara
meretas samsara
pada jiwa yang haus akan cinta
meski luka hati menganga
akibat geloranya yang terus membara
paduka
sudilah kiranya tuan membaca
mantra-mantra pemanggil raga
agar terang malam meski tanpa cahaya
dan terhembus hasrat hingga ke telinga
rinduku terus menggelora
membawaku pada derita
aku lara dibuatnya...

MALAM YANG BIRU

malam yang biru
tatap mata bisu
tanpa nafsu
resah mengunyah
menyaring gelisah
menciptakan mimpi basah
melacak jejak
di antara bercak-bercak
dan keinginan untuk berteriak
kamu dalam persembunyianmu
dan aku dalam kesendirianku
meretas mimpi
bersenggama dengan sepi
melewati yang tak pasti
tanpa pernah tahu
di mana letak ujung waktu
yang akan menjadi titik temu
antara kau dan aku

(untuk bola yang menggelinding tanpa bisa dicegah ke gawang Markus)
Sparrstraße 2, 6.9.11, pkl. 21.19

DI AMBANG PETANG

Rona kelabu
Sudah mewarnai ambang petangku
Matahari sudah tak tampak dibumiku
Tenggelam bersama bergulirnya sang waktu
Namun tak kutemui rona merah dadu
Seperti yang dulu sering aku lihat di kampungku
Aku rindu pada suasana seperti itu
Menghabiskan sore di pelataran rumah
Bersama kerabat beramah tamah
Menikmati secangkir teh di ambang sore yang cerah
Daster menjuntai ke tanah
Penuh gelak tawa dan senyum sumringah
Anak-anak berlarian tak kenal lelah
Hingga adzan maghrib bergema, kita baru masuk ke rumah
Mengambil mukena dan sajadah
Lalu bersama-sama ke masjid untuk shalat berjamaah
Kenangan yang begitu indah
Melupakannya sungguh tidak mudah
Meski sekarang kita hidup terpisah
Namun kenangan itu akan tertulis sebagai sejarah
Dan menjadi bagian dari sekian banyak kisah

PADA ANGIN AKU BERSERU

Pada angin yang berlalu aku berseru
Berhembuslah tetapi jangan menderu
Kelu seluruh tubuhku menahan rasa ngilu
Darah mengental hingga ke ujung kuku
Beku dan membiru

Tembok-tembok diam membisu
Kepadaku mereka menatap pilu
„Es tut mir leid“, aku tidak bisa membantu
Begitu mereka merespon keluhanku

Matahari tersipu malu
Melihatku meringkuk sendu
Kedua tangannya terentang siap merengkuhku
Namun apa daya sinarnya tak bisa sampai ke tubuhku
"Entschuldigung, schade, sinarku tak mampu menghangatkanmu"
Begitu matahari berkata padaku

Keine Problem, jawabku
Menyadari tiap hari kerjaku berkeluhkesah selalu
Padahal masih banyak orang yang lebih menderita dariku
Kepanasan, kedinginan tanpa teman untuk mengadu
Berkeliaran di jalan-jalan bahkan kadang tanpa baju
Tak ada rumah tempat mereka bisa menyalakan tungku
Atau menyeduh teh, kopi atau susu apalagi makan keju

MESIR BERGEJOLAK

Waktunya telah tiba
Di mana rakyat bangkit dengan gempita
Menuntut hak-hak mereka dengan paksa
Dari belenggu tangan para penguasa
Yang hanya sibuk memperkaya diri semata
Tanpa pernah memikirkan nasib rakyat jelata
Yang hidup dalam kemiskinan dan derita

Mengalir darah merah
Dari tubuh-tubuh yang diterjang panasnya timah
Mereka mati sebagai syahid dan syahidah
Menentang pemimpin yang tidak amanah
Yang dipenuhi oleh nafsu serakah
Uang rakyat mereka jarah
Kekayaan negara mereka kunyah
Ladang bisnis tak bisa rakyat jamah

Mesir bergejolak
Menuntut turun pemimpin yang tidak bijak
Anti Hosni Mubarak terdengar marak
Dari para pendemo yang terus bergerak
Mereka bukan sekedar menggertak
Atau membuat Mesir menjadi luluh lantak
Tetapi mereka benar-benar ingin berontak
Untuk menuntut yang seharusnya menjadi hak
Untuk menuntut keadilan agar kembali berdiri tegak
Untuk menuntut agar akyat hidup sejahtera dan layak

Rakyat mesir bergerak, berteriak dan berontak
Demi kehidupan yang lebih baik bagi anak cucu mereka kelak

PUISI UNTUK NEGERIKU

ABU DAN KELABU

Lembayung senja
Tak lagi berwarna jingga
Ketika suara gemuruh itu
Mengubahnya menjadi abu-abu
Langit pun seketika menjadi kelabu

Api memercik di cakrawala
Berpijar laksana fajar
Lahar dan lava berlari mengejar
Hawa panas pun seketika menyebar
Lalu semuanya terbakar
Pepohonan, bangunan, hewan dan manusia
Laksana kayu bakar

Ketika pagi telah merekah
Warna langit tak juga berubah
Tetap kelabu dan berdebu
Abu-abu mendominasi di antara tangisan pilu
Debu-debu mengotori wajah-wajah sendu
Merapi tak jua berhenti menggerutu
Merapi tak jua berhenti mengumbar debu
Manusia hanya bisa menunggu
Manusia hanya bisa menghitung waktu
Karena hanya Tuhan yang Maha Tahu
Kapan bencana ini akan berlalu

SEPUCUK SURAT DARI IBU (I)

Untuk anak dan cucuku sekalian
Yang sekarang tengah berada di tempat pengungsian
Sepucuk surat ini kutulis untuk kalian
Sebagai ungkapan rasa kasih sayang
Serta ungkapan penyesalan dari hati yang paling dalam
Sungguh bukan maksud ibu untuk membagi beban
Apalagi melibatkan kalian dalam berbagai cobaan
Karena ibu tahu kalian sedang berjuang
Membangun kehidupan agar terus berjalan
Sesuai dengan aturan dengan mengedepankan keadilan
Serta mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan
Hati ibu sedih bukan kepalang
Melihat kalian yang sekarang sedang dirundung malang
Dada ibu sesak oleh tangisan
Melihat kalian jatuh bangun dalam berbagai cobaan
Seluruh badan ibu sakit tak tertahankan
Melihat kalian hidup dalam penderitaan
Mata ibu tak kuat lagi menahan sedu sedan
Melihat kalian hidup dalam kesengsaraan
Berdesak-desakan di tempat pengungsian
Makanan utamanya hanya mie instant
Maafkan
Ibu tak sanggup untuk menanggung beban ini sendirian
Ibu butuh semangat dan dukungan dari kalian
Karena itu janganlah kalian terjerumus ke dalam keputusasaan
Ayo bangkitlah kalian menata kehidupan
Ayo bangunlah kalian untuk menggapai harapan
Ayo maju kembali untuk menyongsong masa depan
Ingatlah semua yang pernah ibu ajarkan
Tentang kebinekatunggalikaan
Tentang persatuan dan kesatuan
Jangan jadikan perbedaan sebagai pemicu pertikaian
Apalagi untuk memutuskan tali persaudaraan

SEPUCUK SURAT DARI IBU (II)

Untuk anakku yang sedang berada di negeri seberang
Kukirimkan sepucuk surat ini untuk kalian
Yang tengah merantau di negeri orang
Bukan maksud ibu untuk mengganggu ketenangan kalian
Apalagi untuk menambah beban pikiran
Ibu hanya ingin menceritakan kepada kalian
Tentang bencana yang melanda tanah kelahiran kalian
Yang mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan yang tak berkesudahan
Wasior, Mentawai dan merapi sangat butuh perhatian
Dari kalian semua yang sekarang bergelimang kebahagiaan
Ijinkan ibu untuk mengetuk hati kalian, sekaligus untuk menggalang kepedulian
Seperti yang dulu selalu kakek dan nenek ajarkan
Tentang saling berbagi dalam penderitaan
Tentang saling tolong menolong dalam kebaikan
Tentang saling dukung mendukung untuk mencapai kebahagiaan
Anak-anakku, ulurkan tangan kalian
Untuk menolong saudara-saudara kalian yang sekarang sedang menjadi korban
Agar mereka tak merasa sendirian

SEPUCUK SURAT DARI IBU (III)

Untuk anak-anakku yang menjadi pejabat tinggi
Tugas kalianlah untuk mengamankankan negeri
Dari berbagai dekadensi
Memperbaiki masalah ekonomi
Menurunkan harga-harga yang melambung tinggi
Memperhatikan nasib para petani
Agar mereka sukses memanen padi
Sehingga semua rakyat di negeri ini bisa menikmati nasi
Meski hanya dengan tempe tahu dan sambal terasi
Anak-anakku yang menjadi pejabat tinggi
Tugas kalianlah untuk mencetak generasi bangsa yang berprestasi
Yang memiliki keluhuran budi pekerti
Yang memiliki mental anti korupsi
Serta tidak melulu memupuk materi
Untuk keluarga kalian sendiri
Dengan memberi mereka cukup asupan gizi
Serta mengantar mereka hingga ke jenjang pendidikan tertinggi
Insya Allah mereka akan menjadi generasi bangsa sejati
Anak-anakku yang menjadi pejabat tinggi
Lihatlah rakyat kalian yang sedang mengungsi
Mereka sedang berusaha untuk berbenah diri
Dari keterpurukan akibat meletusnya gunung merapi
Gempa dan Tsunami
Tetapi mengapa kalian justru berbondong-bondong pergi keluar negeri?
Meninggalkan mereka menderita seorang diri?
Apakah kalian sudah tidak memiliki hati nurani?
Sehingga kalian tega hanya memikirkan diri sendiri?
Dan enak-enak mencari kesenangan pribadi?
Ingatlah jasa rakyatmu yang telah mengantarkanmu mencapai posisimu ini
Suara mereka masih kau butuhkan untuk Pemilu nanti

BALASAN UNTUK SURAT IBU

Ibu
Bumi kita memang sedang sakit ibu
Langit kita juga kelabu
Suara-suara kicau murai tak lagi terdengar merdu
Karena pucuk cemaranya terselimuti oleh abu
Hingga daun-daunnya menjadi layu
Ibu, bumi kita sedang merajuk
Dan sering mengeluarkan batuk
Mungkin semakin banyak manusia yang tidak mau tunduk
Atau juga karena diam-diam di kepala mereka mulai ditumbuhi tanduk
Akibat dari sifat mereka yang serakah dan kemaruk
Ibu, bumi kita sedang marah
Melihat para pemimpin kita yang tidak amanah
Uang rakyat tanpa malu mereka jarah
Penyakit-penyakit korupsi tumbuh subur di tubuh mereka hingga mengeluarkan nanah
Baunya membuat kami ingin muntah
Tetapi sedikitpun dari mereka tidak merasa jengah
Apalagi merasa bersalah
Ibu, bumi kita mulai rapuh
Seiring dengan usianya yang mulai sepuh
Kulitnya sedikit demi sedikit mulai melepuh
Terbakar oleh cahaya matahari tanpa ada kesempatan untuk berteduh
Sehingga membuatnya bersimbah peluh
Ini juga karena ulah manusia yang susah untuk bersikap patuh
Mencemari laut dan sungai hingga airnya berwarna keruh
Mengotori daratan dengan berbagai sampah hingga terlihat kumuh
Beban yang ditampung bumi sudah terlalu penuh
Dia mulai mengeluh
Dia mulai merasa jenuh
Dulu ibu pernah bercerita bahwa bumi kita ini bundar
Karena itu setiap hari dia berputar
Memberi kesempatan kepada seluruh manusia untuk dapat menikmati fajar
Dan kehangatan sinar mentari yang terus memancar
Atau keindahan bulan yang membuat malam tampak berbinar
Ibu juga bercerita bumi kita ini memiliki beberapa lempengan dan patahan
Ketika berputar dia akan membuat gerakan
Setiap gerakannya akan menimbulkan gesekan
Setiap gesekan itu akan menimbulkan pergolakan
Begitulah bencana-bencana alam yang terjadi ini kita ibaratkan
Patahan dan lempengan saling bergesekan
Saling bertabrakan dan saling berbenturan
Menimbulkan berbagai goncangan
Air laut tumpah ke daratan
Isi gunung muncrat berhamburan
Menumbangkan tumbuhan dan pepohonan
Menghancurkan rumah dan bangunan
Menghanyutkan segala kekayaan
Termasuk memisahkan nyawa dari badan
Ibu, inilah bumi kita yang sudah mulai sekarat
Tetapi kami harap ibu tetap sehat
Dan membantu kami menemukan solusi yang tepat
Membangun Indonesia menjadi negeri yang aman dan selamat
Semoga waktunya belum terlambat
Untuk seluruh anak negeri merubah sifat
Agar Indonesia tetap bermartabat

(Puisi adalah kebebasan jiwa untuk mengungkap semua yang dirasa)
Sparrstrasse 2, Berlin 13353

Puisi-puisi ini di muat dalam buku antologi puisi NEGERI CINCIN API

KAMULAH OBSESIKU

sore itu
di sebuah bis warna biru
kamu duduk di bangku itu
tidak jauh dariku
lalu tanpa sengaja mata kita bertemu
kita terpaku, sama-sama bisu
lalu kau menunduk penuh malu
kupandangi wajahmu
yang sebagian tertutup bulu
berharap kau menengok ke arahku
agar dapat kunikmati lagi tatapan matamu
dan kau seperti bisa membaca pikiranku
dengan sedikit senyum manis di sudut bibirmu
kau menatap lurus kepadaku
bergemuruh detak jantungku
berdetak cepat denyut nadiku
matamu terus memburuku
membuatku mati kutu
derit roda bis terus melaju
dipacu oleh bunyi mesin yang menderu
meninggalkan tebaran debu
tapi kita tak hendak memperdulikan itu
mata kita masih terus berjibaku
mengungkapkan berjuta rayu
dengan menggunakan bahasa kalbu
dan memulai untuk mencipta sebuah rindu
meski wajah kita masih menyimpan malu
di sebuah persimpangan baru
kau turun meninggalkanku
tatapan matamu sedikit kelabu
raut wajahku berubah sendu
roda bis kembali melaju
membawaku menjauh darimu
memisahkan matamu dari mataku
mengaburkan harapanku dan harapanmu
dalam kesendirianku
aku terus membayangkan tatapan matamu
dalam kesedihanku
aku terus mengenang senyum manismu
di manakah tempat tinggalmu?
Adakah kesempatan lagi untuk kita bertemu?
Sedikit gila aku memikirkanmu
Hilang gairahku karena merindukanmu
Tatapan matamu seperti matahari pagiku
Senyuman bibirmu seperti rembulan malamku
Pesona wajahmu seperti lintang kemukus di langitku
Kemana aku harus mencarimu
untuk labuhkan segenap rinduku
sedangkan keberadaanmu sangat misterius bagiku
hampir tiap hari aku datangi persimpangan itu
hampir tiap hari pula aku naiki bis warna biru
bulat tekadku untuk mencari jejakmu
namun semuanya membisu
tak ada yang memperdulikanku
atau mungkin juga karena mereka memang tidak tahu
resah, gundah gulana, campur aduk jadi Satu
aku duduk dengan lesu
berharap penderitaan ini cepat berlalu
dan mulai untuk melupakan tatapan matamu
tetapi tatapan matamu terus menghantuiku
melekat erat di pelupuk mataku
kubasuh berkali-kali kedua mataku
berharap tatapan matamu ikut luruh di lubang westafelku
terbawa oleh arus air sampai ke samudera biru
tetapi tatapan matamu justru merasuk lebih dalam ke sanubariku
menyatu dengan sukmaku
mengalir bersama darahku
menari-nari di antara desah nafasku
bersekutu dengan seluruh anggota tubuhku
mengajak demo untuk menentang otakku
yang terus bersikeras untuk melupakanmu
aku kembali mati kutu
semua cara menemui jalan buntu
di manakah kamu.....
aku ingin mengembalikan tatapanmu
karena tiada guna tanpa hatimu
ambil saja kembali tatapanmu
jauhkan dia dariku
karena tiada arti tanpa kehadiranmu
akhirnya, dengan mengenyampingkan rasa malu
aku harus mengaku
kamulah sebenarnya obsesiku, kamulah yang menjadi keinginanku

(Puisi adalah kebebasan jiwa untuk mengungkap semua yang dirasa)
Sparrstr. 2 Berlin 13353, 18.03.11

RINDU KAMPUNG

mendung
menggantung
berselubung warna kelabu
sendu
memagut asa
membalut menjadi sebuah kemelut
biaskan jiwa
yang merubah asa menjadi prahara
hatiku biru
menahan rindu
pada pucuk-pucuk pohon karet
pada bunyi belati yang menggores
menderas getah yang mengalir putih
dari tangan para buruh kebun
pada sebuah kampung di lembah gunung
yang dipagari pohon-pohon jati
dan daunnya kami jadikan sebagai pembungkus nasi
untuk membekali para petani
mengolah sawah hingga menghasilkan padi
di sanalah ari-ariku tertanam dengan damai
ingatanku melayang
pada tembang yang menghantarku
menikmati tidur siang
dalam buaian orang-orang tersayang
pada suatu masa
di mana padi masih menguning
suara kicau burung terdengar nyaring
dan kaki-kaki kecil berlari
mengitari halaman di bawah sinar purnama
cerita kolong wewe
yang menculik anak
cerita ular berkepala manusia
yang menghuni hulu sungai
dan buah coklat
yang merayu untuk dipetik
meski harus mengelabui sang mandor pabrik
masa itu telah berlalu
menyisakan kenangan-kenangan manis
yang sangat mengiris dan membuat bathin kerap menangis
tetapi sebagian masih tetap tinggal
meski ada yang hanya berupa batu nisan
semuanya menungguku untuk pulang
yah tentu...
aku akan pulang
untuk menyempurnakan cerita masa silam

WAKTU KITA SUDAH DEKAT

waktu kita sudah dekat
seperti kelebatan kilat
bahkan mungkin lebih cepat
sementara apa yang kita mau belum dapat
mari merapat
dua empat empat tiga empat
dan jika engkau masih sempat
isilah semua tempat
dengan banyak lagi rakaat-rakaat
agar bisa engkau dapat
imbalan yang berlipat-lipat
ucapkanlah kalimat-kalimat
dari semua sifat-sifat
yang ada pada diriNya yang terus melekat
dengan penuh khikmad
dan ketika sutu saat datang sang Malaikat
untuk menjemput kita beristirahat
di sebuah tempat di akherat
kita bisa menyambutnya dengan penuh semangat
dan rasa suka cita yang teramat
perjalanan kita akan selamat
jika semua dokumen yang kita bawa memenuhi syarat
dan semua interview bisa kita jawab dengan tepat
akhirnya kita akan dapat....
sebuah bussiness tiket plus sertifikat
dengan akomodasi-akomodasi yang memikat

KISAH DI NEGERI DUA MUSIM

ceritakan kepada angin
kisah si pembunuh bertangan dingin
di sebuah negeri dengan dua musim
dan berpenduduk mayoritas muslim
ceritakan kepada awan
kisah sekelompok makhluk jadi-jadian
yang telah memporak-porandakan kedamaian
dan memecah belah persatuan
angin dan awan
akan mengadu kepada Tuhan
dan memintakan keadilan
bagi mereka yang telah menjadi korban
angin dan awan
akan memohon kepada Tuhan
untuk menurunkan hukuman
bagi mereka yang telah bersekutu dengan syetan
bulan dan matahari
akan turut menjadi saksi
ketika Tuhan menurunkan eksekusi
bagi mereka yang tak berhati nurani
bintangpun tak ingin tinggal diam
dia berteriak dengan lantang
mengutuk manusia-manusia jalang
yang dengan pongah menghunus pedang
dan bertindak sangat brutal dan kejam

KEBEBASAN YANG DIKEBIRI

salju turun deras sekali siang ini
hawa dingin semakin tak mau beranjak pergi
bahkan secangkir kopi panas beraroma Brasili
tak mampu menghangatkan rasa yang begitu sepi
terbayang wajah-wajah tanpa dosa yang dikebiri
dari kebebasan untuk menjalani ajaran yang diyakini
di mana matahari
aku rindu pada sinarnya yang membumi
menerangi jiwa-jiwa sunyi
yang bersembunyi dari tangan-tangan jahili
dan kemungkinan mati secara keji
di mana matahari
yang sinarnya menjadi lambang beberapa organisasi
tempat bernaung para ulama dan kyai
mengajak umat untuk saling mengasihi
saling berbagi dan menghormati
Salju turun deras sekali siang ini
membekukan dedaunan dan bebatuan
membekukan rasa traumatik dan ketakutan
dari setiap peristiwa dan kejadian
yang mengatasnamakan kebenaran
namun menistakan kebaikan-kebaikan
yang merupakan pondasi untuk menjalin persaudaraan
sebagai sesama anak negeri
di mana matahari
aku rindu pada sinarnya yang bisa membangkitkan energi
seperti juga aku rindu pada kisah-kisah para nabi
yang membawa pesan-pesan suci
dari agama-agama samawi
untuk disampaikan kepada manusia di muka bumi
agar tercipta kehidupan yang damai dan serasi
hingga akhir dunia nanti
salju masih turun hingga sore ini
matahari tak juga muncul untuk menghalau dingin agar segera pergi
rasaku tetap sepi
bayangan wajah-wajah tanpa dosa tetap menghiasi
meski cangkir kopi telah kosong tanpa isi

RUMAH BERTIANG SERIBU

Segelas teh panas dan sepring bakwan tahu
Menemaniku melewati malam minggu
Termenung aku
Mengingat wajah-wajah sendu
Dengan tatapan mata yang sayu
Dan penampilan yang kumuh dan kuyu
Mereka datang dari dunia yang penuh warna abu-abu
Tersebar di bawah jembatan-jembatan bertiang seribu
Yang hanya memiliki satu musim dan satu waktu
Pagi, siang, malam bagi mereka tak berlaku
Di pundak mereka tersampir beban bernama MADESU
Siapa yang perduli jika ada di antara mereka yang ingin maju?
Siapa yang perduli jika ada di antara mereka yang ingin menuntut ilmu?
Tak ada dari mereka yang duduk di atas sana mau tahu
Mereka hanya ingat ketika tiba musim pemilu
Datang dengan membawa janji-janji palsu
Tatapan mereka tetap sayu
Wajah mereka tetap sendu
Terhalang oleh warna abu-abu
Dan terkungkung oleh jembatan-jembatan bertiang seribu
Sepotong bakwan tahu kulumat tanpa kurasa jika itu adalah bakwan tahu
Rasaku hilang di ujung lidah yang mendadak terasa kelu
Aku rindu ketika selembar uang seribuku
Bisa membuat seulas senyum di wajah mereka yang sendu
Tiba-tiba muncul rasa malu pada diriku
Menyadari jika aku berasal dari negeri dengan para pemimpin yang buta, tuli dan bisu
Kulumat lagi sepotong bakwan tahu
Kali ini untuk sekedar meyakinkanku
Bahwa aku memang sedang melumat sepotong bakwan tahu
Asli buatan tanganku

KABUT

Kurenda hari-hari dalam kesuyian yang pasti
Hanya ada kegelapan yang mengelilingi
Aku terkulai, membusuk di ujung waktu
Terpuruk dalam pekatnya malam
Berkelindan dalam kabut yang kian menebal
Menyelubungiku bak jubah panjang
Aku terbelit dalam rasa yang pahit
Kotaku makin sunyi
Sejak bayangmu pergi
Malam masih menyisakan remang
Ketika semburat perak mulai menguak pagi
Mengikis kabut yang enggan beranjak pergi
Lambaian cahaya dari balik ranting daun-daun kering
Mengajakku untuk bangkit dan berdiri
Kusibak kabut dan kuminta mentari
Menemaniku kembali menata hati
Meski bayangmu tak jua mau pergi

PERTENGKARAN

aku terima kemarahanmu
sebagai bentuk ungkapan cinta darimu
meski hal itu telah melukai perasaanku
tetapi aku tak akan pernah memaksamu
untuk terus bersikap manis kepadaku
aku akan menunggu redamu
juga waktu di mana engkau telah bersedia memaafkanku
aku dengar gemuruh rindumu
aku dengar gelisah yang menyesakkan dadamu
aku rasakan kekecewaanmu
aku rasakan perih yang mengiris kalbuimu
aku terima semua tuduhanmu
sebagai sebuah kekuranganku
apapun yang kau pikir salah dari sikapku
itulah aku yang tak pernah bisa sempurna di hadapanmu
tak perlu kau mengingatku
jika hal itu akan menambah luka hatimu
aku akan menjauh dari jangkauanmu
agar kau dengan mudah bisa melupakanku
semua penjelasan akan menjadi sia-sia
lebih baik aku bungkam seribu bahasa
karena kata-kata akan menjadi percuma
ketika ego tak selaras dengan logika
tokh apapun yang terjadi di antara kita
tak sedikitpun mengurangi rasa cinta
dan rindu yang selama ini telah menjelma
dan menyatu dalam sukma dan raga
cintaku bukan cinta biasa
karena itu tak perlu kau meragukannya