KUNANTI SAPAMU
Pagi ini,
Tanpa basa-basi
Kau menyapaku
Seperti mimpi
Aku berlari mengitari bumi
Ringan, tubuhku melayang
Kakiku tak berjejak
Hanya jantungku terus berdetak
Sesaat, kau terbelalak
Lalu tergelak
Sajak sunyi yang lama kita telusuri
Sampai juga pada ujung yang manis
Sapamu yang lama kunanti
Telah membawaku
Pada hari yang penuh arti
REINKARNASI CINTA
Selempar senyummu
Telah menautkan hatiku
Pada ranting kamboja
Yang ku tanam dekat kuburmu
Sajak-sajak kematianmu
Mengurai rindu yang lama membeku
Ragamu tertanam damai
Di bawah tumpukan tanah merah hatiku
Namun senyummu tetap tinggal
Membakar laraku menjadi serpihan debu
Setangkai kamboja gugur
Rebah dalam genggaman tanganku
Bau harum tubuhmu tiba-tiba menyeruak
Kau muncul dari balik kelopak putihnya
Serupa bidadari meski dalam rupa yang pasi
Kau menjelma dalam reinkarnasi
Selempar senyummu
Menghangatkan jiwaku
Cinta yang dulu telah mati
Perlahan mulai bersemi kembali
MEMUPUS RINDU
Di tepi danau yang banyak ditumbuhi ilalang
Kunang-kunang menebarkan cahaya
Berpendar terpantul cermin datar tak beriak
Kita rebah bertumpu pada embun
Kuraba kerinduanmu
Dalam kegelisahan yang terus mengiris
Langit menatap getir
Pada bulan yang terlihat mesum
Matamu selaksa larik pedang
Terhunus menembus lobang kemaluanku
Melumat sekelopak mawar
Yang mengelilingi bejana suciku
Memancarkan percikan-percikan nafsu
Membekaskan aroma kejantanan
Kau jarah tiap-tiap lekukan
Tanpa menyisakan percakapan
Pedangmu terus terhunus
Hingga kerinduan benar-benar pupus
DI SUATU PAGI
Tak pernah kusesali
Jika di suatu pagi
Dalam balutan rasa sepi
Kau datang menghampiri
Meski tanpa permisi
Pagi itu,
Menjadi pangkal sebab
Kau dan aku merajut harap
PERPISAHAN
Biarkan aku pergi
Sekelumit kata pecah
Mengurai senyap yang singgah
Sejak kita hidup dalam zaman bisu
Meretas jarak dari rentang waktu
Yang tak tampak meski kita bersatu
Membingkai kenangan tanpa bekas
Kau terperangah dalam sejuta tanya
Tegur sapa lama tak bersahabat
Bahkan tatapan pun kita buatkan sekat
Kita tenggelam dalam dunia yang berbeda
Meski langit terjunjung di atas satu
Mendung mengejan
Merontokkan butiran-butiran bening
Menggenang darah dari luka hati yang meleleh
Namun lukaku telah menjadi arang
Hitam dan membara
Perjalanan kita telah usai
Sebelum sampai pada tujuan yang kita mau
Namun banyak persimpangan yang telah kita lewati
Mungkin dengan menelusurinya seorang diri
Kita akan menemukan apa yang kita cari
Pergilah,
Jawaban itu sekaligus mengakhiri zaman bisu
MUSIM BERCINTA
Pada lautan bulan berkaca
Membumbung buih merah jingga
Lalu terhempas di bibir pantai
Menyapu butiran pasir hitam
Kiranya musim bercinta telah tiba
Dewa laut datang membawa restu
Dititahkannya agar bulan segera pergi
Meninggalkan gelap agar menjadi sekat
Awan berarak perlahan
Menjemput bulan yang terlihat masygul
Tak rela bumi dikotori
Hening, malam berlalu dalam syahdu
Membawa hasrat yang terus menggebu
Persetubuhan tak lagi tabu
Pasir berbisik pilu
Terinjak-injak nafsu yang bernyanyi merdu
Seribu bintang menyeringai berang
Menangisi bumi yang tak lagi suci
Berpasang-pasang kelamin saling bertemu
Di balik selubung awan pekat dan gelap yang menjadi sekat
Bau anyir menyeruak
Dari ribuan telur yang tak sempat menetas
Menggelinding dari liang-liang yang terkoyak
Menyatu dalam gulungan ombak
Musim berikutnya
Laut dipenuhi ribauan ikan
Yang menyerupai manusia
Dewa laut tergelak bahagia
Menuai ambisi menyatukan alam
Damai di laut damai di bumi
KURINDU HARUM BUNGAMU
Pernah suatu kali
Aku campakkan bunga pemberianmu
Tanpa sempat kucium harum aromanya
Awan kelabu menggelantung di matamu
Kau coba menahan gerimis yang hampir jatuh
Seperti surya aku berseteru dengan hujan
Tak ingin pisah dari pohon dan dedaunannya
Aku manusia bodoh
Telah kupasung keluhuran cintamu
Kukubur bersama raga yang telah membatu
Kematian telah lama menyelubungi hidupku
Pusaraku rindu pada wewangian bungamu
Ke manakah kau bawa bunga yang dulu aku campakkan?
KUTUNGGU KAU DI BULAN
Kurajut tali dari puing-puing hati yang berserakan
Terberai oleh pedang cinta hingga tembus ke jantung
Kubawa sepatu kaca yang sengaja kau tinggalkan
Agar ku jejak sisa-sisa langkahmu yang penuh amarah
Kotaku telah sunyi, semenjak bayangmu menghilang
di balik remang cahaya bulan.
Kukirim pesan pada angin yang melanglang ke empat penjuru
Bintang berpaling saat ku sulur temaliku menggapai bulan
“Usahamu hanya sia-sia”, sekelompok awan mengingatkan
Aku tak perduli, di luas cakrawala kutemukan jejakmu
Bulan menatapku penuh ratap, sepatu kaca kudekap erat
Adindaku, kutunggu kau di bulan
DENGAN SEGALA DAYA AKU MENCINTAIMU
Ribuan puisi telah kutulis
Itu artinya, ribuan kali telah kunyatakan cintaku
ribuan mimpi telah kubuat untuk hadirkan wajah indahmu
ribuan benang telah kuurai untuk merajut kenangan bersamamu
ribuan kail telah kulempar untuk menangkap pesonamu
ribuan waktu telah terbuang hanya untuk mengingat kecantikanmu
di balik setiap huruf, di balik setiap kata dan di balik setiap kalimat
hanya melahirkan satu makna, cinta untukmu
di setiap malam, di setiap fajar dan disetiap petang hanya menghadirkan
satu bayangan, wajah indahmu
di setiap detik, di setiap menit dan di setiap jam yang berputar hanya
mendendangkan senandung cinta untukmu
Duhai gadis berparas rupawan
Dengan segala daya dan upaya kupersembahkan cinta untukmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar