PERSETUBUHAN
Malam baru saja berangkat
Menapakkan kakinya sambil berjingkat
Rembulanpun masih tampak malu
Menggeliat dalam rona merah dadu
Menggelantung di ujung lidah pekat
Menanti awan datang mendekat
Seorang perawan diam tercekat
Matanya gemerlap menatap lekat
Bergelayut manja pada sang pembuka cawat
Di balik bilik mereka saling merapat
Tanpa selembar kainpun yang mengikat
Dua kelamin yang berbeda zat
Bertempur dalam simbah keringat
Menggelepar dalam sekarat
Lembah hitam semakin dalam menjerat
Nikmat meski hanya sesaat
KEMANA PRIAMU TLAH KAU BAWA PERGI?
Kemana priamu telah kau bawa pergi?
Tanyaku dalam hati
Malam telah larut
Anak-anak telah lelap di balik selimut
Ketika kau datang dengan muka kusut
Seketika dahiku berkerut
Kau menatapku takut
Kemana priamu telah kau bawa pergi?
Tanyaku dalam hati
Kau tak jua membuka mulut
Terus terang, perasaanku sangat kalut
Hatiku bagai dunia yang carut marut
Kau telah berubah menjadi laki-laki pengecut
Aku berusaha untuk tidak menampakkan wajah cemberut
Aku tak mau membuat masalah berlarut-larut
Kemana priamu telah kau bawa pergi?
Tanyaku dalam hati
Mataku menatap lekat
Pada kerah baju yang kau tutup rapat
Jenjang lehermu nyarais tak terlihat
Wajahmu pucat bagai mayat
Lenguhmu persis orang sekarat
Kuberanikan diri untuk mendekat
Namun kau menghindar secepat kilat
Kemana priamu telah kau bawa pergi?
Pertanyaan ini benar-benar nyata
Karena kuajukan dengan suara
Matamu menatap penuh iba
Ada dosa menggenang di sana
Goresan merah dadu itu
Menyembul malu di balik kerah bajumu
Goresan yang sama yang sering aku buat untukmu
Ketika dulu kita berbulan madu
Kau mendesah resah
Mencoba mengusir rasa bersalah
Kemana priamu telah kau bawa pergi?
Kubertanya sekali lagi
Airmataku jatuh bergulir
Otakku tak lagi bisa berpikir
Kujambak rambutmu yang tak tersisir
Kudorong tubuhmu hingga tersingkir
Kau hanya menatapku getir
Malam terus berlalu
Meninggalkan raga-raga yang terus membisu
Dengkur anak-anak terdengar merdu
Meski mendendangkan irama sendu
PERMINTAAN
Pagi telah merekah
Goresan di lehermu masih memerah
Kucoaba untuk menahan marah
Agar luka hati tak berdarah
Marilah,
Ajakku dengan ramah
Kita bermuhadasah
Menyusuri inti masalah
Agar tidak terjadi fitnah
Semoga masih ada mawaddah
Yang berkelindan dengan rahmah
Dan merekatkan tali sakinah
Jujurlah,
Hanya itu yang aku pinta
Sebab jika kau dusta
Itu tanda kau tak cinta
Berterus teranglah,
Karena tak baik berahasia
Jika tiba saatnya terbuka
Siapa mengira cinta sudah tak ada
Kau terperangah
Dalam titik nadir pasrah
Aku tengadah
Memohon ijabah
Pamulang, 28 Mei 2002
TOLONG..........
Tolong hargai perasaanku
Karena aku mudah cemburu
Tolong hargai sikap diamku
Karena aku tak mudah dirayu
Tolong hargai cintaku
Karena aku tak mau dimadu
Tolong hargai keputusanku
Jika suatu saat tak lagi tahan padamu
RENOVASI
Masih adakah ruang untuk kita
Padahal rumah ini kitalah yang mendesainnya
Pondasinya kita susun begitu kuat
Bahkan badai tsunamipun tak akan sanggup merobohkannya
Renovasi pertama kita lakukan
Ketika kita sadar rumah ini terlalu rapat
Tak ada ventilasi udara di dinding-dindingnya
Udara menjadi lembab dan pengap
Meski tungku selalu kita nyalakan
Tetapi suasana dingin tetap menyelimuti kita
Penyakit-penyakit ringanpun mulai menggerogoti raga
Lalu kita buat celah-celah, yang memungkinkan
Udara dan sinar matahari bisa masuk ke dalamnya
Sejak itu, wajahmu mulai sumringah
Semangatmu kembali merajah
Renovasi kedua kita lakukan
Ketika kau beranggapan bahwa pintu rumah ini terlalu kuat
Padahal selama ini kita tak pernah kesulitan untuk membukanya
Bukankah dulu kau pernah bilang, “jika ingin rumah ini aman,
maka pintunya harus kuat, sehingga tak ada pencuri yang bisa masuk”
Lagi-lagi aku mengalah, lalu kau gantilah pintu itu dengan yang lebih ringan
Renovasi ketiga kita lakukan
Setelah sebelumnya kau dengan hati-hati mengatakan kepadaku
Bahwa kau ingin memberiku madu.
Lalu kau buat sebuah ruang, di samping kamar kita
Kau desain dan kau isi perabotan yang sama dengan kamar kita
Agar aku tak merasa tersisih
Meski dengan perasaan getir, kutelan madu yang kau berikan
Begitulah, beberapa kali kita renovasi rumah yang berpondasi kokoh itu
Dan pada renovasi yang terakhir, sebagian pondasi tiba-tiba runtuh
Memporak-porandakan ruangan milik kita hingga tak bersisa
Mengubur semua kenangan yang pernah kita buat bersama
Tubuhku terlalu rapuh untuk terus menerus
menghirup debu-debu yang berterbangan
setiap kali para pekerja bangunan itu mulai bekerja
bulu-bulu hidungku tak kuat lagi menyaring aroma cat
yang meleleh pada dinding-dinding bangunan baru rumah kita
Telingaku tak sanggup lagi mendengar suara-suara lebah yang kau simpan
Hampir di setiap ruangan yang ada di rumah kita
Mereka mendengung manakala jari jemarimu meremas-remas tubuh mereka
Satu persatu organ-organ yang ada di dalam tubuhku tanggal
Teracuni oleh sengatan bisa lebah-lebahmu
PENGKHIANATAN
Sepi telah mencabik-cabik hasratmu menjadi ribuan nafsu
Lalu kau jadikan senjata untuk mengkhianatiku
Di balik keluguan malam kau torehkan noda biru
Menyatu bersama nafas yang saling memburu
Gelap telah menjerumuskanmu ke tepi jurang yang curam
Di mana tak kau temukan celah tempat berpendarnya cahaya bulan
Membias bersama luruhnya dedaunan seperti lukisan buram
Kau banjiri kanvas dengan peluhmu dan peluh puan
Setitik nila kau teteskan di hamparan putih bersalju
Seketika warna putih berubah menjadi kelabu
Jika kemudian malam telah berubah siang
Lukisan itu tak jua terlihat terang
PENYESALAN TIADA HENTI
Rintihan sukma
Datang dari alam maya
Meski berawal dari kreasi yang nyata
Tetapi penyesalan seluas cakrawala
Meski kau ingin segera sampai di ujungnya
Tak akan bisa, kecuali cahaya menuntunmu ke sana
Kau hirup racun dalam kesadaran yang dalam
Kau racik noda dalam hasrat yang memabukkan
Ketika ribuan ular berbisa mulai mengerubutimu
Kau nikmati gigitannya layaknya sedang penetrasi
Berkelindan dalam persetubuhan yang terlarang
Kau terbelalak puas dalam lenguhan panjang
Kau tertawa girang, seperti serdadu menang perang
Kau terpuruk bersama pekatnya malam
Segurat wajah menatap kosong dalam bayangan hitam
Terselubung samar dalam jubah panjang terbentang
Suaranya menggemuruh lantang
Kau menjerit menahan sakit bukan kepalang
Setiap ucapannya seperti sebilah pedang
Menghujam jantung dan kau terus meradang
Rintihan sukma
Telah menghasilkan petualangan yang panjang
Kau telusuri jalanan penuh duri
Kau kebiri setiap celah menjadi benda mati
Namun tak jua kau temukan apa yang kau cari
Penyesalan seperti lautan tak bertepi
Hanya biduk yang bisa membawamu pergi
3 komentar:
Hi salam menulis dari kami Akaroempoet.... Puisinya bagus yah, keep writing, writing and writing...
Hi salam menulis dari kami di Akaroempoet, tulisannya bagus-bagus yah..... keep writing-writing, and writing....
salam kembali, terimakasih untuk supportnya ya....
Posting Komentar