Kamis, 06 Oktober 2011

RUMAH BERTIANG SERIBU

Segelas teh panas dan sepring bakwan tahu
Menemaniku melewati malam minggu
Termenung aku
Mengingat wajah-wajah sendu
Dengan tatapan mata yang sayu
Dan penampilan yang kumuh dan kuyu
Mereka datang dari dunia yang penuh warna abu-abu
Tersebar di bawah jembatan-jembatan bertiang seribu
Yang hanya memiliki satu musim dan satu waktu
Pagi, siang, malam bagi mereka tak berlaku
Di pundak mereka tersampir beban bernama MADESU
Siapa yang perduli jika ada di antara mereka yang ingin maju?
Siapa yang perduli jika ada di antara mereka yang ingin menuntut ilmu?
Tak ada dari mereka yang duduk di atas sana mau tahu
Mereka hanya ingat ketika tiba musim pemilu
Datang dengan membawa janji-janji palsu
Tatapan mereka tetap sayu
Wajah mereka tetap sendu
Terhalang oleh warna abu-abu
Dan terkungkung oleh jembatan-jembatan bertiang seribu
Sepotong bakwan tahu kulumat tanpa kurasa jika itu adalah bakwan tahu
Rasaku hilang di ujung lidah yang mendadak terasa kelu
Aku rindu ketika selembar uang seribuku
Bisa membuat seulas senyum di wajah mereka yang sendu
Tiba-tiba muncul rasa malu pada diriku
Menyadari jika aku berasal dari negeri dengan para pemimpin yang buta, tuli dan bisu
Kulumat lagi sepotong bakwan tahu
Kali ini untuk sekedar meyakinkanku
Bahwa aku memang sedang melumat sepotong bakwan tahu
Asli buatan tanganku

Tidak ada komentar: